Bagaimana Success Before 30 ala Hendy Setiono (Kebab Turki Baba Rafi)
Bagaimana Success Before 30 ala Hendy Setiono (Kebab Turki Baba Rafi)
Klik disini untuk melihat di YouTube
Sahabat entrepreneur, salam hebat luar biasa..!!Di edisi kali ini sangat spesial. Karena kembali lagi saya mewawancarai tokoh-tokoh yang sangat luar biasa. Hari ini, kita kedatangan tamu salah seorang yang sangat terkenal di Indonesia. Beliau terkenal menjadi ‘raja kebab’ di Indonesia.
C : “Apa kabar, bro Hendy?”
H : “Luar biasa, Pak Chandra..!”
C : “Lama gak jumpa ya..”
H : “Udah lama banget ya..”
C : “Jadi pada kesempatan kali ini, kita akan sharing dengan beliau. Setelah yang satu ini!”
C : “Kapan ya terakhir kita berjumpa? Kayaknya 4 tahun yang lalu.”
H : “Iya. 4 tahun yang lalu.”
C : “Waktu itu kita berkenalan dari Twitter, lalu bersahabat.
Dan ternyata sama-sama ‘arek Suroboyo’. Jadi anda harus bangga ya, warga kota Surabaya. Jadi orang Surabaya itu ternyata banyak melahirkan entrepreneur-entrepreneur yang sukses.”
H : “Contohnya brother Chandra ini..”
C : “Thank you.. Pada kesempatan kali ini, saya hari ini ingin sharing dengan bro Hendy. Seperti yang kita ketahui, di channel kita, ada ‘5 level pengusaha’. Jadi, ‘5 level pengusaha’ seperti yang kita ketahui ada level 1 sampai level 5 itu harus anda tonton. Wajib. Jadi level 1 itu bagaimana semua usahanya dikerjakan sendiri. Sampai level ke lima itu go public.
Pak Hendy atau bro Hendy ini, beliau adalah pengusaha level empat. Woow.. istimewa. Jarang sekali ada pengusaha sampai level keempat. Ini adalah sesuatu yang sangat istimewa. Ngomong-ngomong, boleh diperkenalkan sedikit awal ‘Baba Rafi’ berdiri itu bagaimana?”
H : “Jadi memang sebenarnya gak sengaja, bro Chandra. Saya memulainya ketika dulu masih kuliah. Umur 19 tahun, kuliah di Surabaya, di kampus ITS tercinta. Saat itu saya mulai mendirikan bisnis makanan kebab dengan merek ‘Baba Rafi’. Orang tua saya sebetulnya juga bukan pegusaha. Orang tua saya karyawan dan bekerja di perusahaan Timur Tengah, di Qatar. Pada saat kuliah, saya mampir ke Qatar, mengunjungi orang tua saya disana dan melihat banyak yang berjualan kebab.
“Jadi, idenya sebenarnya berasal dari jalan-jalan, hobi makan, kulineran”.
Kalau anak sekarang mungkin hobi lihat akun-akun makanan. Kalau zaman dulu belum ada akun-akun makanan. Jadi, saya jalan-jalan sendiri, nyobain, dan mulai terinspirasi untuk berjualan kebab. Kira-kira tahun 2003, jadi 15 tahun yang lalu ‘baba Rafi’ pertama kali berdiri saat pertama kali mengunjungi negara Qatar dan mulai membuka di Surabaya.”
C : “Idenya seperti itu ya. Mungkin bagi anda yang sudah pernah melihat profilnya Bapak Hendy, anda pasti sudah tahu kisah ini. Bagi yang sudah pernah ikut seminar beliau, anda pasti juga sudah tahu kisah ini. Yang hari ini ingin saya tanyakan adalah yang mungkin belum pernah dibicarakan di seminar, atau diliput oleh media, atau majalah dan sebagainya.
Tetapi kita hari ini akan sedikit mencuri ilmunya. Mengapa beliau yang awalnya hanya dari gerobak, bagaimana bisa dari gerobak sampai ada ribuan, sampai go international? Prosesnya itu pasti tidak mudah. Boleh diceritakan?”
H : “Sebenarnya tidak sengaja juga bro. Zaman kuliah dulu, kalau mau makan suka beli roti bakar. Jajan nasi goreng.”
C : “Sama. Anak-anak zaman kampus ya..”
H : “Ya, Anak-anak zaman kampus. Sehingga saya saat memulai bisnis pun, karena memang modalnya terbatas, jadi mulailah mendirikan bisnis yang ‘kira-kira apa yang modalnya tidak terlalu gede, ya?’. Jadi, kita bikin ide kebab tersebut. Bikin dari satu outlet gerobak kecil. Itu saya inget banget, masih jualan di depan minimarket. Satu orang karyawan. Kadang kalau karyawannya gak masuk, saya sendiri yang jualan.
“Jadi di sela-sela waktu kuliah, saya bolos, berjualan. Yang mulainya dari modal kecil sambil kuliah itu.”
C : “Nambah-nambah uang saku lah ya.. Kurang lebih seperti itu. Berarti secara tidak langsung, beliau itu sudah memulai semangat entrepreneurship sewaktu beliau itu masih kuliah. Semester berapa waktu itu, pak?”
H : “Semester empat. Umur 19 tahun. Masih bisa masuk success before 30 ya?”
C : “Masih.. Pasti itu. Jadi bagi anda yang masih berusia sebelum 30, kiat ini mahal banget loh ya.. Jadi di usia 19 tahun, beliau sudah memulai usaha menjadi pengusaha level pertama sampai ke level keempat. Tetapi begini.., ketika sedang membuat gerobak itu ‘kan karyawan sering keluar masuk. Alasannya ada aja ya? Itu tantangannya gimana?”
H : “Dulu saya stress banget, bro di masa-masa itu. Biasa lah, namanya juga baru belajar bisnis. Belum punya kemampuan berbisnis.”
C : “Pernah gak uangnya dicuri?”
H : “Ya, itu pernah terjadi.”
C : “Karena ‘kan tidak ada transparansi. Tidak ada CCTV.”
H : “Itu benar. Jadi pernah juga mengalami kejadian seperti itu. Dan akhirnya kita memperbaiki sistem pelan-pelan.”
C : “Dengar ya.. Jadi anda yang sekarang baru mau memulai usaha, belum-belum sudah stress. “Pak, level dua ini kok susah banget ya?”. Anda level satu saja belum lewat. Kok mau langsung naik ke level dua? Apalagi sekarang level satu sudah beliau lewati. Jadi akhirnya, ternyata yang diperbaiki sistemnya ya. Sistem kontrol supaya bisa sistematis.
Akhirnya setelah usahanya mulai berkembang, jadi yang paling pesat itu ‘kan orderannya. Jadi tidak mungkin mengambil bahan bakunya itu cuma sekedar membeli seperti ketika gerobak itu masih satu. Tetapi kalau gerobaknya sudah sampai 10-20, akhirnya anda punya gudang sendiri atau bagaimana?”
H : “Awalnya sebelum punya kantor seperti sekarang, gudangnya itu masih di garasi rumah, bro.”
C : “Sama kayak saya, dong. Di garasi rumah ya..”
H : “Jadi garasi rumah difungsikan sebagai kantor admin, buat gudang juga. Saya taruh freezer disitu. Saya ingat banget. Buat bahan bakunya ditaruh sana. Begitulah cikal bakalnya saya merintis usaha.”
C : “Berlangsung berapa lama waktu itu?”
H : “2 tahun pertama.”
C : “Masa-masa sulit ya..”
H : “Masa-masa berjuang.”
C : “Masa perjuangan di 2 tahun pertama ya.”
H : “Tetapi, ya memang karena enjoy, jadi gak terasa kayak beban juga. Sampai rumah, di garasi melihat stok bahan baku berantakan gitu ya kita tetap happy.”
C : “Kamu yang saat ini sedang membangun bisnis di garasi rumah dan sudah mau menyerah, dengarkan ini. Beliau dibuat enjoy. Itu kata-kata yang paling penting. 2 tahun awal itu penting sekali. Ternyata beliau sampai ke level kedua, yaitu sudah punya beberapa divisi. Saya tidak akan ulas divisinya. Tetapi intinya, pasti staffnya mulai bertambah. Jadi, ketika mulai berkembang pesat, jumlah gerobaknya sudah ada berapa banyak?”
H : “Jadi saya bersyukur pada tahun ketiga, kalau tidak salah. Kami sudah mulai bisa merekrot karyawan yang bukan pada level operator outlet lagi. Jadi sebelumnya, karena cabangnya di tahun-tahun pertama masih 6 cabang, jadi dari karyawan operator outlet itu langsung ke saya. Saya yang menjadi management’nya. Jadi masih di level manager.
Kemudian, saya ingin mengembangkan jumlah cabang yang sudah mulai masuk ke 25 cabang outlet, dan sudah mulai berangan-angan untuk membuka di luar kota Surabaya juga. Akhirnya mulailah merekrut management yang sudah di level tengah. Mereka yang punya kompetensi untuk mengontrol outlet, mengatur stok bahan baku, laporan keuangan dan sebagainya.”
C : “Jadi ternyata, Pak Hendy Setiono ini sudah memasuki level dua atau the manager itu di tahun ketiganya.
Jadi banyak orang yang menganggap bahwa ini sebetulnya tantangan yang cukup berat juga. Karena anda pasti harus menemukan orang-orang terbaik. Jadi, orang-orang itu ‘kan terkadang ada yang keluar masuk. Sudah kita training capek-capek, akhirnya dibajak lah, atau akhirnya tidak sevisi lagi dengan kita. Bagaimana cara anda melewati masa-masa itu?”
H : “Awalnya sempat stress juga. Tetapi lambat laun, setelah sharing dengan teman-teman pengusaha yang lain, ternyata mereka juga mengalami hal yang sama. Jadi banyak temannya. Ya sudah, ngapain kita galau lama-lama? Ngapain baper juga?”
C : “Jangan-jangan justru masalah mereka lebih berat, ya..”
H : “Ya sudah, akhirnya kita lalui, kita rekrut lagi. Artinya sebenarnya begini. Saya melihat teman-teman yang sudah ‘lulus’ dari Baba Rafi, saya menyebutnya “alumni Baba Rafi’.
“Mereka yang sudah pernah bekerja disini, kemudian keluar untuk membuka usaha sendiri dan sebagainya itu justru sebenarnya menjadi kebanggaan tersendiri.”
C : “Menjadi kebanggaan. Karena punya andil ya..”
H : “Karena kita punya andil. Dulu selama mereka ‘sekolah’ alias bekerja di Baba Rafi, mereka mendapatkan ilmu yang ternyata bisa diterapkan. Harusnya bangga dong jika menjadi bisnis yang ketika karyawannya keluar bisa buka usaha sendiri. Harusnya di’support. Karena hal itu menjadi ladang pahala juga.”
C : “Dengar ya.. Jadi sahabat entrepreneur, kalau anda hari ini ditinggalkan orang terbaik anda, leader terbaik anda, orang terbaik anda, maka janga dibenci. Dengarlah petuah dari ‘raja kebab’ di Indonesia ini.”
H : “Justru harus bangga.”
C : “Harus bangga. Jadi ternyata anda punya andil. Yang namanya orang ‘kan pasti ingin maju. Jadi dia berhak punya impian yang lebih baik. Masanya itu berapa lama sampai akhirnya divisi itu masing-masing bisa berjalan?”
H : “Untuk management, saya belum bisa bilang sudah profesional. Tetapi sudah mulai solid itu di tahun kelima.”
C : “Dengar ya.., 5 tahun.”
H : “Jadi selama 5 tahun itu masih bongkar pasang, masih uji coba bentuk sistem, trial and error, itu sekitar 5 tahun yang kira-kira sudah mulai solid.”
C : “Sudah mulai solid. Dan waktu itu cabangnya sudah berapa?”
H : “Waktu itu pada tahun ke lima masih sekitar 100’an.”
C : “Ada 100 cabang ya.. 100 outlet. Itu hanya di Surabaya atau se’Jawa Timur atau bagaimana?”
H : “Sudah mulai ke luar pulau juga, tetapi belum masuk Jakarta.”
C : “Belum masuk Jakarta. Di ibu kota belum masuk. Jadi di tahun kelima itu artinya bro Hendy sudah memasuki level ketiga. The director di tahun kelima. Kemudian melakukan ekspansi besar-besaran. Mulai menjual franchise’nya dan sebagainya itu kapan?”
H : “Sebenarnya begini.. Banyak pelaku usaha pemula yang terburu-buru mengembangkan bisnisnya. Terburu-buru di’franchise dari awal. Yang sebenarnya bisa dilakukan adalah membentuk sistem dulu. Direm dulu pada fase-fase beberapa tahun awal untuk memperbaiki pondasi bisnisnya, baik secara sistem maupun management. Begitu sudah siap, ‘BOOM..!’, langsung kita kembangkan.
Itu sama seperti yang terjadi pada kita. Kita baru benar-benar go franchise itu setelah 5 tahun bisnis berjalan.
“Dan syukur alhamdulillah, sekarang sudah berjalan 15 tahun dan masih berkembang.”
C : “Jadi akhirnya betul-betul menjual dan menerima franchise itu di tahun kelima ya.. Dan saat itu ekspansi besar-besaran di dalam negeri, Jakarta sampai ke luar negeri. Sekarang sudah berapa negara?”
H : “Sekarang sudah 9 negara. Indonesia, Malaysia, Filiphina, China, Singapura, Brunei, Srilangka, Bangladesh, dan Belanda.”
C : “Dan baru-baru ini saya dengar bro Hendy juga diundang di Turki sebagai narasumber di acara economic forum. Salah satu entrepreneur Indonesia yang bisa ‘berbicara’ di kancah Internasional. Luar biasa. Benar-benar mantap. Membanggakan nama Indonesia ya.”
H : “Tapi belum sehebat bro Chandra ya..”
C : “Sama-sama.. Jadi artinya dari sini membutikan bahwa Indonesia ini bukan cuma jago mengirim TKI ke luar negeri. Tetapi juga bisa menciptakan entrepreneur yang sukses seperti bro Hendy ini. Jadi ternyata, level keempat itu sudah dimulai, awalnya itu cikal bakalnya di tahun kelima. Dan sekarang sudah berjalan selama 15 tahun.
Saya ‘kan sudah pernah membahas di ‘5 level pengusaha’. Bukankah banyak orang di 10 tahun pertama, dari 100 perusahaan itu di 5 tahun pertama hanya bertahan 50 perusahaan. Dan akhirnya di 5 tahun kedua atau setelah 10 tahun, itu hanya tersisa 4 perusahaan. Jadi yang 96 perusahaan itu tumbang.
Bro Hendy atau Pak Hendy Setiono ini, beliau bisa mempertahankan sampai 15 tahun. Dan still survive sampai hari ini. Padahal yang jual kebab juga banyak banget.”
H : “Kebab merek lain juga banyak banget”.
C : “Yang 96 perusahaan itu termasuk hilang. Tetapi beliau termasuk ke dalam 4 perusahaan. Itu sesuatu yang luar biasa. Seperti yang sudah saya bahas di video saya ‘5 level pengusaha’. Bahwa contoh pengusaha level keempat ini ternyata sudah melewati fase-fase masa sulit. Masa-masa berat.
”Jatuh bangun, kehilangan orang-orang terbaik, dan mungkin kehilangan barang juga pernah ya?”
H : “Pernah. Di fase-fase awal karena mungkin tidak ada sistem kontrol. Jadi sistem kepercayaan saja. Namanya ada peluang, mungkin karena tidak adanya kontrol, pernah juga terjadi kehilangan.”
C : “Sampai kecolongan dan sebagainya ya..”
H : “Dan hal itu saya alami, begitu pula teman-teman yang lain. Jadi dalam berbisnis kita juga bisa memperbaiki sistemnya supaya hal-hal tersebut tidak terjadi.”
C : “Begitu ya.. Jadi sekarang beliau ini sudah di level keempat. Sudah menjalankan pengusaha level keempat selama 10 tahun belakangan. Dan beliau sudah menjual franchise dimana-mana.
Dan yang saya mau tanyakan, seringkali pengusaha di level satu dan dua, yatu di zaman awal menjalankan bisnis, suka dukanya. Seringkali uang bisnis dengan uang pribadi itu tercampur. Jadi, uang untuk bisnis itu terpakai untuk kehidupan sehari-hari. Mungkin kalau untuk bayar hutang atau untuk keperluan sehari-hari mungkin tidak apa-apa. Tetapi justru terpakai untuk kehidupan berfoya-foya. Bro Hendy pernah mengalami hal seperti itu tidak, pada tahun-tahun awal waktu zaman kuliah dulu?”
H : “Begini.., saya pikir itu adalah hal yang menjadi pelajaran juga untuk saya. Karena di awal, namanya juga orang baru memulai bisnis, pegang duit banyak pasti ‘tangannya panas’. Pengen apa dan sebagainya. Itu terjadi. Saya pikir, hal itu wajar. Karena dengan begitu akan mengalami proses pembelajaran juga.
Tetapi setelah semakin bertumbuh, kita punya kesadaran bahwa kita punya kewajiban membayar gaji karyawan, membayar supplier dan sebagainya, maka uangnya gak boleh dipakai sendiri lagi. Sudah gak boleh egois lagi. Jadi sudah harus dipisahkan yang benar-benar untuk bisnis dengan yang setiap bulannya berupa gaji atau dividen yang kemudian menjadi bagian dari owner. Tetapi ini harus dihitung dengan jelas. Sehingga cashflow’nya tidak terganggu.”
C : “Anda sempat gak mengalaminya di tahun-tahun awal?”
H : “Ya. Apalagi masih umur 19 tahun ya. Kalau pegang duit jutaan itu panas”.
C : “Apalagi nasi goreng cuma berapa ribu. Sedangkan duitnya jutaan. Rasanya gimana gitu. Jadi, rupanya mengalami juga ya.. Lalu, ada kiat gak bagaimana cara memisahkan yang secara sederhana saja?”
H : “Akhirnya saya mulai belajar tentang pemahaman pentingnya laporan keuangan. Pentingnya punya accounting yang baik dan tercatat. Banyak pengusaha yang kelihatannya laris, laku, tetapi mereka tidak tahu uangnya kemana. Karena tidak ada fungsi pencatatan yang baik. Reporting yang baik. Jadi dia tidak sadar duitnya dipakai untuk beli rokok, ganti motor baru, ganti sesuatu yang konsumtif.”
C : “Beli smartphone, padahal sudah banyak. Beli yang tidak perlu.”
H : “Yang seperti itu ‘kan tidak terasa kalau sebenarnya uangnya masuk kesitu. Inilah pentingnya kita memahami pencatatan keuangan yang baik. Saya juga belajar dan perlu waktu. Tidak langsung bisa.
“Tetapi setelah saya mulai hiring orang-orang terbaik, kemudian saya sendiri mulai banyak mengikuti training, itulah yang membuka pikiran saya.”
C : “Jadi, rupanya tidak terjadi sedemikian saja Pak Hendy Setiono ini langsung naik ke level empat. Beliau itu juga seorang pelajar. Suka ikut seminar, suak ikut workshop, belajar dari orang-orang terbaik, belajar dari pengusaha yang sukses. Dan akhirnya, hari ini bisa mendapatkan pemahaman-pemahaman seperti ini.
Jadi dengarkan ini ya, adik-adik atau sahabat entrepreneur. Jika anda saat ini belum mulai sudah menyerah, belum mulai sudah, “Aduh, kayaknya menjadi pengusaha ini tidak gampang”. Padahal ternyata, apa yang kita alami itu sama. Sebagai pelaku dalam dunia usaha, Pak Hendy sudah 15 tahun dan saya 20 tahun. Kita ini sama-sama berusaha.”
H : “Tinggal 1% nih! Hebat..!”
C : “Jadi tidak mudah ya.. me-manage itu gimana, apalagi anak-anak muda. Jadi ini adalah kiat yang baik. Oke, pertanyaan yang terakhir, bro. Sebelum kita tutup untuk wawancara dan pembelajaran yang berharga ini. Jadi, ini adalah level keempat.
“Kira-kira, visi ke depan ‘Baba Rafi’ itu mau seperti apa? ‘Kan sudah fifteen years.”
H : “Saya bersyukur, bro Chandra. Karena sudah berjalan 15 tahun dalam megoperasikan gerai aktif. Lebih dari 1300 outlet berjalan. Tidak hanya di Indonesia, tetapi di sembilan negara. Tentu mimpi itu masih terus berlanjut. Tujuan utamanya adalah selama bisa membuat karyawan sejahtera, kita lanjutkan. Kita lakukan.
Karena sebagai seorang entrepreneur, social impact’nya adalah lebih banyak berbagi. Dan melalui usaha ‘Baba Rafi’, saya bersyukur bisa mencetak ribuan tenaga kerja. Sehingga rasanya tidak cukup. Terlalu egois jika saya menganggap bisnisnya cukup sampai disini saja. Kalau cuma 1000 cabang sudah merasa cukup. Kita punya mimpi untuk berkembang sampai 3000 cabang. Punya mimpi dari 9 negara menjadi 35 negara. Dan punya mimpi lebih banyak lagi karyawan ‘Baba Rafi’ yang lebih sejahtera dan berangkat umroh setiap tahunnya.”
C : “Keren.. Kita doakan ya semoga itu bisa terjadi. Ini adalah suatu semangat entrepreneur. Dan saya doakan nantinya bisa sampai level kelima ya bro..”
H : “Aamiin.. Ayo kita bareng-bareng semoga bisa nyusul bro Chandra ya!”
C : “Semoga teman-teman bisa menyusul ke level kelima ya. Baik, mungkin sharing singkat ini sangat bermanfaat, simple, tetapi mempunyai impact. Dan semoga bisa menginspirasi generasi muda Indonesia. Bukan cuma galau, bukan cuma alay, bukan jadi orang yang lebay. Tetapi generasi ini harus menjadi generasi yang punya spirit seperti kami berdua. Yaitu bro Hendy Setiono dan saya pribadi.
Oke, saya doakan anda success before 30. Sukses untuk kita semua, salam hebat luar biasa..!!”
H : “Mantap..!!”